Judul Buku : Rahasia Simulasi Mistik Televisi
Penulis : Iswandi Syahputra
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : I, Februari 2011
Tebal : xi + 368
Beberapa tahun terakhir, tayangan mistik mulai merebak di tanah air. Baik dalam industri perfilman maupun televisi. Menjamurnya tayangan-tayangan tersebut tidak bisa dilepaskan dari “tabiat” masyarakat Indonesia, terutama Jawa yang masih kental dengan mistisme. Gaya hidup atau keyakinan orang jawa sebelum atau bahkan sesudah Islam masuk ke Jawa memang cenderung kepada sistem keyakinan kebatinan daripada sistem keyakinan agama.
Sebelum siaran mistik marak ditayangkan oleh televisi pada era awal tahun 2000, terlebih dahulu terdapat sejumlah tayangan mistik yang dikemas dalam bentuk sinetron komedi non komedi. Sinetron Tuyul dan Mbak Yul (RCTI) serta Jin dan Jun (RCTI) dapat dimasukkan dalam sinetron mistik-komedi dan sinetron Si Manis Jembatan Ancol (SCTV) serta Misteri Gunung Merapi ( Indosiar) dapat dimasukkan dalam jenis sinetron mistik non-komedi yang merintis jalan bagi terbukanya sinetron mistik religius.
Menyusul kemudian muncul tayangan mistik dengan format reality show yang menampilkan sejumlah penampakan makhluk halus dan alam gaib. Bila pada program mistik sebelumnya mistik disajikan secara menghibur dalam bentuk drama fiktif, tayangan mistik pada format reality show menampilkan hiburan dalam bentuk sensasi yang mendebarkan. Seperti Uka-uka (TPI), Uji Nyali (Trans), Percaya Nggak Percaya (ANTV).
Bila kekelaman dunia penyiaran masa lalu diselimuti oleh sistem pemerintahan yang otoriter, maka pada saat ini, pasarlah yang bertindak otoriter. Alhasil, apabila ada suatu stasiun televisi sukses merintis sebuah program acara, hampir dapat dipastikan, tak lama kemudian bakal muncul program acara serupa di lain stasiun dengan kemasan yang berbeda.
Contoh “imam” tayangan mistik adalah sinetron Rahasia Ilahi yang ditayangkan pada bulan Ramadhan 2003 oleh stasiun TPI. Sinetron tersebut diklaim mengambil ide cerita dari kisah-kisah nyata yang dimuat dalam majalah Hidayah. Sejak pertengahan Maret hingga April 2005, tercatat sinetron Rahasia Ilahi ditonton oleh 40%-50% pemirsa. Sejak itulah muncul sinetron dengan tema serupa semisal, Azab Dunia Ketiga (ANTV), Titipan Ilahi (Indosiar), Azab Ilahi (Lativi/TV One), Tuhan Ada Dimana-mana (RCTI), Kuasa Ilahi (SCTV), Taubat (Trans TV), Takdir Ilahi (TPI), Titik Nadir (Trans 7).
Rahasia Simulasi Mistik
Rahasia simulasi mistik televisi terletak pada empat tahap simulasi di dalamnya. Tahap pertama, televisi mencerminkan realitas. Dengan demikian, televisi menciptakan bayangan atau cerminan realitas. Mistik disimulasi melalui peristiwa gaib dan irasional, seakan-akan memang demikianlah realitasnya. Kedua, televisi mengaburkan realitas. Realitas sesungguhnya berusaha disembunyikan melalui teknik-teknik yang diciptakan oleh industri televisi. Simulasi mistik menyembunyikan atau menutupi realitas. Walau seakaan-akan mirip dan merupakan cermin dari realitas namun pada tahap ini penggambaran nuansa mistik justru menutupi realitas sebenarnya. Hal gaib yang dipercaya dalam ajaran agama digambarkan berlebihan melampaui realitasnya.
Ketiga, televisi mengubur realitas. Dimana realitas sesungguhnya tidak lagi muncul dalam pilihan-pilihan representasi, disembunyikan atau ditutup-tutupi akan tetapi benar-benar dihapus. Misalnya, pada tayangan reality show, cerita yang dibangun seolah-olah menyerupai realitas padahal justru menghapus realitas. Simulasi mistik secara hakiki memberikan gambaran yang salah akan konsep mistik islam sebagai tasawuf atau realitas mistik islam. Keempat, realitas dalam televisi menggantikan realitas sesungguhnya. Realitas yang dibangun oleh televisi tidak memiliki rujukan apapun selain dirinya sendiri. Ia melegitimasi realitas yang dibuatnya tanpa rujukan tersebut dengan rutinitas dan masifnya penayangan. Simulasi mistik secara intrinsik mengantarkan agama pada citra yang berbeda dan tidak lagi sesuai dengan ajaran kitab suci Al-Qur’an ataupun hadist.
Contoh, sinetron Rahasia Ilahi justru tidak menjaga rahasia Tuhan. Praktek simulasi azab di dalam sinetron tersebut tidak ditemukan dalam realitas teks kitab suci Al-Qur’an maupun Hadist dan konteks masyarakat. Penggambaran yang dilakukannya benar-benar melampaui relitas tekstual dan realitas sosial yang mengitarinya.
Di sisi lain, simulasi mistik religius dalam industri televisi menandai terputusnya hubungan antara umat dengan ulama, selanjutnya konsep keduanya tergantikan menjadi jalinan hubungan antara konsumer dan selebritis. Peran ulama sebagai warosatul anbiya’ (pewaris para nabi) untuk menyerukan secara terus menerus ajaran suci kebaikan dan kebenaran agama perlahan pupus karena diambil alih oleh televisi dengan berbagai produknya. Melalui ustadz atau ulama selebritis produk industri televisi, agam diterjemahkan dalam versi menghibur (religiotainment) sesuai kebutuhan dan tuntutan industri terhadap komoditas itu sendiri.
Agamawan pasti selalu menyerukan kebajikan, sedangkan pedagang pasti selalu mencari keuntungan. Kalau ada agamawan mencari keuntungan melalui kebajikan yang diserukannya dan pedagang menyerukan kebajikan untuk mencari keuntungan, pastilah itu berhubungan dengan kapitalisme.
Lantas, bagaima cara menghadapi gempuran dan penyesatan televisi tersebut? Syahputra menawarkan agar penontonnya bertindak secara logis, imajinatif, spiritual. Menggunakan logika yang bersandar pada sikap kritis, argumentatif dan bekerja melalui perantara imajinasi yang bersifat reflektif serta spiritualitas sebagai landasannya.
Karya Syahputra ini patut diapresiasi dan dijadikan sebagai pedoman sebelum menonton dan menyikapi tayangan-tayangan mistis di layar kaca maupun layar lebar yang semakin menjamur hingga kini agar tidak “tersesat”. Bagaimanapun, simulasi yang dilakukan oleh televisi merupakan suatu “penyesatan” karena realitas di dunia nyata tidak bisa disempitkan ke dalam sebuah layar kaca.
Dimuat di Harian Jawa Pos pada 20 Maret 2011 dengan sedikit editan